Sebagai seorang ayah yang memiliki tiga orang anak, dua di antaranya
perempuan, saya begitu terhenyak menyaksikan video yang sangat ramai
dibicarakan di media sosial ini. Seorang anak perempuan berseragam SD
terpojok di sudut ruangan dipukuli oleh teman-temannya yang juga
berseragam SD secara beramai-ramai. Awalnya seperti bercanda, dengan
pukulan yang ditahan dan terkesan main-main. Lama-lama makin tak
terkendali. Hingga si gadis kecil makin tersudut di po
jok ruang, yang ternyata sebuah mushala.
Bullying, penindasan, ternyata masih tetap ada di sekolah. Sungguh
mencemaskan. Bagaimana akan meyakinkan diri bahwa anak-anak kita aman?
Apakah perlu dikawal 24 jam?
Pada kasus kekerasan di SD Perwari
Bukittinggi itu, ada beberapa komponen yang terkait sehingga peristiwa
buruk itu terjadi. Pertama, pihak sekolah. Mengapa sampai siswa
dibiarkan tanpa guru pendamping? Hal ini mengindikasikan kelalaian.
Mungkin sekolah beralasan tidak cukupnya tenaga pengajar atau apalah,
tapi semua itu adalah tanggung jawab sekolah yang telah dititipkan
peserta didik oleh orang tua. Sudah pengetahuan umum, ketika pihak
sekolah bisa saja meninggalkan murid-murid di dalam kelas tanpa guru
karena rapat atau hal lain.
Kedua, orang tua (keluarga).
Penanaman kasih sayang sesama saudara barangkali mulai menipis. Serta
penguatan nilai saling menghormati, baik terhadap jiwa maupun raga,
seperti tidak boleh memukul bagian-bagian rentan pada tubuh saudara dan
teman. Nilai-nilai yang seharusnya menyatu dalam diri sehingga anak-anak
tak akan berlaku brutal dan amoral sekalipun tidak ada orang tua dan
guru di dekatnya.
Ketiga, media. Video ini tidak akan tersebar
luas apabila tidak ada media dan teknologi yang mewadahinya. Entah apa
yang ada dalam pikiran anak yang merekam dan mengunduh video kekerasan
ini ketika salah seorang temannya disiksa di depan matanya. Tidak
bisakah dia membayangkan hal serupa terjadi pada dirinya atau
saudaranya. Yang terekam justru adegan itu seolah-olah berupa peristiwa
biasa, seperti sebuah permainan sandiwara untuk bersenang-senang. Hal
ini barangkali disebabkan karena sudah terbiasa menyaksikan adegan
bullying di sinetron-sinetron.
Dinas terkait sudah menyikapi hal
ini. Sebagai masyaraka, kita berharap peristiwa seperti ini tidak akan
terulang lagi. Caranya, harus ada tindakan preventif untuk
mengantisipasi tindak kekerasan yang sudah merajalela ini dan pemberian
pembinaan lebih lanjut pada para pelaku. Sekolah pun perlu diberi sanksi
tegas sehingga lebih amanah dalam melangsungkan pendidikan.
#
Mohon maaf, link videonya (http://www.youtube.com/watch?v=EweWf_squ9I)
sengaja saya tampilkan, untuk dapat jadi pelajaran bagi orang
tua, guru, sekolah, pemerintah, dan yang lainnya agar bisa melakukan
pencegahan terhadap tindakan serupa. Korban dan pelaku, bisa jadi anak
atau keluarga kita. [Jangan ditiru!]
Stop bullying, tanamkan kasih sayang!