Sunday 12 October 2014

Yang Terpojok






Sebagai seorang ayah yang memiliki tiga orang anak, dua di antaranya perempuan, saya begitu terhenyak menyaksikan video yang sangat ramai dibicarakan di media sosial ini. Seorang anak perempuan berseragam SD terpojok di sudut ruangan dipukuli oleh teman-temannya yang juga berseragam SD secara beramai-ramai. Awalnya seperti bercanda, dengan pukulan yang ditahan dan terkesan main-main. Lama-lama makin tak terkendali. Hingga si gadis kecil makin tersudut di pojok ruang, yang ternyata sebuah mushala.

Bullying, penindasan, ternyata masih tetap ada di sekolah. Sungguh mencemaskan. Bagaimana akan meyakinkan diri bahwa anak-anak kita aman? Apakah perlu dikawal 24 jam?

Pada kasus kekerasan di SD Perwari Bukittinggi itu, ada beberapa komponen yang terkait sehingga peristiwa buruk itu terjadi. Pertama, pihak sekolah. Mengapa sampai siswa dibiarkan tanpa guru pendamping? Hal ini mengindikasikan kelalaian. Mungkin sekolah beralasan tidak cukupnya tenaga pengajar atau apalah, tapi semua itu adalah tanggung jawab sekolah yang telah dititipkan peserta didik oleh orang tua. Sudah pengetahuan umum, ketika pihak sekolah bisa saja meninggalkan murid-murid di dalam kelas tanpa guru karena rapat atau hal lain.

Kedua, orang tua (keluarga). Penanaman kasih sayang sesama saudara barangkali mulai menipis. Serta penguatan nilai saling menghormati, baik terhadap jiwa maupun raga, seperti tidak boleh memukul bagian-bagian rentan pada tubuh saudara dan teman. Nilai-nilai yang seharusnya menyatu dalam diri sehingga anak-anak tak akan berlaku brutal dan amoral sekalipun tidak ada orang tua dan guru di dekatnya.

Ketiga, media. Video ini tidak akan tersebar luas apabila tidak ada media dan teknologi yang mewadahinya. Entah apa yang ada dalam pikiran anak yang merekam dan mengunduh video kekerasan ini ketika salah seorang temannya disiksa di depan matanya. Tidak bisakah dia membayangkan hal serupa terjadi pada dirinya atau saudaranya. Yang terekam justru adegan itu seolah-olah berupa peristiwa biasa, seperti sebuah permainan sandiwara untuk bersenang-senang. Hal ini barangkali disebabkan karena sudah terbiasa menyaksikan adegan bullying di sinetron-sinetron.

Dinas terkait sudah menyikapi hal ini. Sebagai masyaraka, kita berharap peristiwa seperti ini tidak akan terulang lagi. Caranya, harus ada tindakan preventif untuk mengantisipasi tindak kekerasan yang sudah merajalela ini dan pemberian pembinaan lebih lanjut pada para pelaku. Sekolah pun perlu diberi sanksi tegas sehingga lebih amanah dalam melangsungkan pendidikan.

# Mohon maaf, link videonya (http://www.youtube.com/watch?v=EweWf_squ9I)
sengaja saya tampilkan, untuk dapat jadi pelajaran bagi orang tua, guru, sekolah, pemerintah, dan yang lainnya agar bisa melakukan pencegahan terhadap tindakan serupa. Korban dan pelaku, bisa jadi anak atau keluarga kita. [Jangan ditiru!]

Stop bullying, tanamkan kasih sayang!



No comments:

Post a Comment