Wednesday 28 November 2018

Membaca: Mengisi Botol untuk Dituangkan






Oleh Ragdi F. Daye   


“Mustahil engkau dapat menuangkan madu ke dalam gelas
jika botolmu hanya berisi air gula
—atau malah tidak ada isinya sama sekali!”


            Pertanyaan paling sering muncul ketika saya mengisi pelatihan atau diskusi kepenulisan adalah bagaimana cara menghadapi kebuntuan saat menulis, baik saat memulai atau pun melanjutkan tulisan, sementara ide tulisan masih berkecamuk di kepala. Jawaban sederhana—dan telak—adalah si penanya masih kurang membaca—jika terlalu sarkas mengatakan malas membaca!
Nah! Memangnya ada hubungan apa antara kegiatan menulis dengan kegiatan membaca? Seorang pembaca memang tidak harus menjadi penulis. Namun, seorang penulis haruslah juga seorang pembaca—yang baik. Sebab, tidak ada yang dapat disampaikan seorang penulis apabila dia tidak membaca terlebih dahulu.
Kegiatan membaca dapat diartikan sebagai sebuah proses mencari dan mengumpulkan informasi dalam suatu teks atau konteks. Teks dapat berupa kitab, buku, artikel, blog, naskah, surat, brosur, atau markah. Konteks dapat berupa situasi tempat dan ruang, fenomena sosial, atau alam semesta. Kegiatan membaca erat hubungannya dengan dunia pustaka dan literasi, serta observasi fenomena sosial, dan tadabur alam. Membaca literasi membuat seorang penulis punya banyak referensi terkait teknik dan materi tulisan. Membaca alam semesta memberikan inspirasi tanpa batas dan mempertajam cakrawala berpikir.
Membaca adalah menerima informasi, menghimpun referensi, belajar; Menulis adalah memberi, menuangkan gagasan, mengamalkan ilmu pengetahuan. Membaca tanpa disertai menulis seperti pohon tak berbuah.


Ada sejumlah manfaat aktivitas membaca yang sangat mendukung kegiatan menulis, di antaranya sebagai berikut:
  1. Memperluas wawasan
Ketika akan menulis tentang suatu topik, kita memerlukan referensi tentang hal tersebut. Kita perlu riset. Apabila kita tidak sempat melakukan observasi ke lapangan atau mewawancarai narasumber, kita dapat mengumpulkan informasi dengan cara membaca buku atau artikel terkait. Hal itu memberi bahan tulisan sehingga apa yang kita tulis menjadi berbobot dan akurat. Berbahaya jika kita menulis tanpa landasan data yang benar, sekali pun menulis karya fiksi.
Seorang penulis dituntut untuk tahu banyak hal walaupun tidak banyak tahu.
  1. Memperkaya kosa kata dan struktur bahasa
Apabila berkeinginan menulis puisi, bacalah puisi-puisi yang bagus! Saran seperti ini ada benarnya. Membaca teks yang telah memiliki riwayat kritik dapat kita jadikan model. Bagaimana pun juga, salah satu cara belajar yang efektif adalah dengan cara meniru. Meniru lalu membuat bentuk baru, bukan menjiplak atau menyalin utuh kemudian mengklaim sebagai karya pribadi. Itu namanya plagiat. Hal yang boleh dilakukan adalah mencontoh dengan modifikasi.
Semakin rajinkita membaca karya-karya yang berkualitas baik, semakin banyak perbendaharaan kosa kata dan pola-pola rangkaian kalimat yang sangat penting untuk mengungkapkan gagasan ke dalam tulisan. Kosa kata yang banyak membuat kita tidak menggunakan kata-kata yang itu ke itu saja, namun bervariasi. Membaca kata-kata dalam kamus juga sangat membantu upaya menambah pundi-pundi diksi kita.
  1. Teknik penyajian
Ide yang menarik apabila disajikan dengan teknik yang tidak pas hanya akan membuat pembaca menjadi bosan dan beralih ke bacaan atau media lain. Seorang penulis perlu menguasai teknik membuka tulisan, memberikan ilustrasi, mengambarkan latar, mendeskripsikan peristiwa, menguraikan alur proses dengan efektif, dan mengakhiri tulisannya. Dapat dengan menggunakan pola piramida terbalik, dengan memasukkan kutipan kata bijak, ayat suci, puisi, lagu, atau teks lain, dapat juga dengan memberikan poin-poin  rincian penjelasan. Di dalam karya fiksi juga diperlukan penggunaan sudut pandang yang tepat dan tata alur yang memikat keingintahuan pembaca, istilahnya suspense dan surprise.
Sebagai ajang latihan, kita dapat mencoba-coba pola penyajian tulisan yang dipakai penulis ahli sampai kita menemukan style (gaya) sendiri. Ada penulis yang selalu meghantarkan gagasannya dengan cara mengkomparasi teks yang sudah ada dan menampilkan relevansi dengan fenomena temporer. Ada yang menyelipkan anekdot agar kritiknya tidak terasa menyakitkan. Ada yang memaparkan kasus faktual agar tulisannya lebih dekat dengan kehidupan pembaca.

  1. Memecah kebuntuan
Kebuntuan terjadi karena kita kekurangan referensi. Lazimnya, ketika kita berhadapan dengan sebuah permasalahan, secara alamiah otak kita akan menghadirkan referensi permasalahan yang serupa sehingga kita tergerak untuk memilih tindakan yang mirip dengan referensi tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kita berperilaku berdasarkan referensi yang kita miliki. Dengan referensi tersebut, sisi kreatif diri kita melakukan modifikasi dan improvisasi yang menghasilkan tindakan yang mirip namun berbeda. Begitu juga dengan menulis, kita tidak dapat menulis hal yang tidak kita tahu, yang kita tidak punya referensi mengenainya. Semakin banyak referensi yang kita miliki, semakin banyak pilihan jalan keluar. Tidak akan ada yang namanya gang buntu saat menulis.

  1. Sumber inspirasi
Bagi seorang kreator, kehadiran sebuah karya akan memancing lahirnya karya lain. Ketika seorang penulis selesai membaca sebuah teks tulisan otak kreatifnya terangsang untuk merespons bacaan  tersebut. Respons itu dapat berwujud kritik atas karya yang selesai dibaca tersebut, dapat juga memberikan alternatif jalan cerita atau penyelesaian yang lain. Oleh karena itu, ketika muncul penolakan terhadap sebuah karya sikap paling pas untuk berpolemik atau adu wacana adalah dengan membuat tulisan untuk menanggapinya.



Seperti yang diungkap di bagian awal tulisan ini, menulis dapat dianalogikan dengan menuang air dari botol ke gelas. Kita tidak dapat mengisi gelas dengan madu jika botolnya kosong. Kita tidak dapat mengisi gelas dengan madu jika botolnya tidak berisi madu, melainkan hanya air gula untuk makan bubur putih. Memang sama-sama manis, namun tetap berbeda nilainya. Oleh karena itu, jika kita ingin menyuguhkan segelas madu, botolnya haruslah dalam keadaan berisi, dan isinya tentu saja harus madu.
Madu dalam konteks ini berarti tulisan yang berkualitas, yang memberikan kemashlatan bagi pembaca, hikmah, pembelajaran, atau inspirasi, bukan malah gagasan beracun yang mengacaukan pemikiran pembaca sehingga kehidupannya menjadi kacau. Tulisan yang kita harapkan tentulah yang mencerahkan seperti madu yang menyehatkan.
Di situlah pentingnya memilih bacaan. Apapun genre tulisan yang kita tulis, kita boleh membaca genre mana pun; buku agama, dongeng, novel, sejarah, politik, perjalanan, parenting, cara berkebun, biografi, atau kumpulan humor. Tidak masalah. Bacaan yang variatif  akan memperkaya warna tulisan kita. Yang penting adalah mutu bacaan tersebut. Jaminan mutu tersebut bisa kita lihat dari siapa penulisnya. Pilihlah bacaan  buah pikir orang yang memang memahami apa yang dia tulis dan secara umum telah mendapat penilaian baik. Bacaan yang baik ibarat makanan bergizi yang akan membuat jiwa kreatif kita turut sehat.

Supaya botol gagasan kreatif kita selalu berisi dan berkualitas, kita memang perlu mengisinya secara rutin dengan membaca. Kita dapat menjadwalkan kapan waktu, lama, serta target jumlah halaman yang dibaca. Pengaturan ini membuat kita lebih disiplin dan terkelola. Tidak masalah hanya beberapa halaman dalam sehari asal istiqomah. Idealnya memang dengan target jumlah dan variasi. Jangan biarkan botol gagasan kosong. Jika kosong, apa yang akan ditulis? Ide-ide yang sudah basi?
Sebagai manusia, kita bersifat khilaf dan pelupa. Apa yang telah kita baca tidak akan teringat seutuhnya. Bagaimana cara agar informasinya tidak hilang atau keliru? Catatlah. Tidak ada ruginya menyediakan buku catatan kecil untuk menemani aktivitas membaca. Informasi yang dianggap penting ditulis di buku catatan. Tambahkan juga resume dan kutipan penting yang dapat kita petik dari teks yang telah dibaca. Tidak saja akan membuat kita lebih ingat, namun juga dapat digunakan di kemudian hari bila membutuhkan referensi.

Di dalam Al Quran Surat Al Alaq 1-5 yang artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia; Yang mengajar manusia dengan pena; Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” Perintah membaca dan menulis merupakan paket komplit belajar.


OK, supaya kita bisa selalu menuangkan madu yang berkualitas baik ke dalam gelas-gelas orang yang akan meneguk manfaat dari tulisan kita, kita perlu rajin dan rutin membaca, memilih bacaan yang tepat dan berkualitas agar yang kita bagi kepada para pembaca tidak sekadar omong kosong, namun untaian hikmah penuh makna!

1 comment:

  1. keren bang. saya tidak sengaja membaca tulisan ini yang tampil dinotif akun google saya.

    ReplyDelete